Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)
Siapa
tak kenal Andrea Hirata?, Ia adalah fenomena. Rangkaian kata dan kalimatnya
menawarkan sihir semangat dan daya juang tahan banting. Ia disebut-sebut telah
menyumbangkan revolusi sastra tanah air dengan sentuhan novel-novelnya. Karyanya
‘Laskar Pelangi’ adalah satu dari 45 buku yang dinobatkan oleh Media Indonesia
sebagai buku yang mempengaruhi Indonesia sepanjang sejarah. Penerima berbagai
kehormatan serta pemenang sastra dalam maupun luar negeri, penerima beasiswa ke
USA dan UK serta berbagai prestasi yang berhasil diukirnya dalam sastra maupun
akademi sebagai lulusan ekonomi. Maka
suatu kehormatan dapat menghadiri launching novel kesembilan Andrea Hirata
berjudul ‘Ayah’ yang diadakan di Toko Buku Gramedia Matraman Jakarta Pusat. Seketika
gaungan semangat dan rasa tidak sabar menunggu sang penulis memenuhi Function Room lantai dua Gramedia.
“Ayah
adalah novel yang sederhana, cara menulisnya sederhana, marilah kawan-kawan
menyelaminya. Baca novel Ayah sebelum SBMPTN” singkat Andrea saat melukiskan
novel terbarunya kepada hadirin. Riuh tepuk tangan hadirin memenuhi ruangan,
hadir pula ‘Laskar Andreanis’, kelompok penyuka sastra Andrea yang menamai
dirinya demikian. Duduk berbaris-baris tanpa bangku di depan muka panggung
dengan mengenakan baju bertuliskan ‘Laskar Andreanis’. Perwakilan dari Penerbit
Bentang, penerjemah novel Andrea, kerabat, musisi, sampai Pengacara, yang
semuanya adalah kerabat dekat ataupun pihak yang pernah bekerja sama dengan
Andrea dalam penggrapan novel dan film, hadir pula dalam lauunching tersebut.
Pembawa
acara membuka acara dengan penuh tenaga. “Siapa yang datang paling jauh? Hayoo
siapa” godanya sambil membangun antusiasme hadirin. Benar saja, namanya Azza,
ia terbang langsung dari Malaysia demi menyaksikan langsung launching novel
Ayah. “Oke, karena dateng langsung dari luar negeri, dikasi kesempatan buat
nanya deh” ucap perempuan berkerudung coklat itu penuh ceria. Suguhan musik akustik
iringan gitar dan biola dari Meda, bintang tamu sekaligus penyanyi soundtrack beberapa lagu dalam film
Laskar pelangi. Tak lama waktu yang ditunggu pun tiba, Andrea Hirata memasuki
panggung utama dan langsung memainkan gitar bersama Meda membawakan lagu Negeri
Laskar Pelangi dalam film Edensor.
“Tiga
paradigma, pertama adalah terus belajar” tukas Andrea dengan senyumnya yang
khas. Tubuhnya berbalut kaus berwarna kuning, jeans, gaya rambutnya yang ikal
dan topi khasnya, membuatnya terlihat casual.
Hadirin menyimak. “Belajar menjadi penulis yang baik, dan yang lebih penting
adalah menjadi orang baik” tambahnya. “Kedua adalah, Saya akan menunjukan dari
mana saya berasal”. Rasanya paradigma yang kedua ini tak terbantahkan. Tak
segan-segan Andrea Hirata mengangkat tanah kelahirannya, Belitong, ke wajah
Indonesia. Mengupas Belitong dengan keindahan alam serta budaya Melayu-nya.
Andrea seakan sedang ‘Memelayukan Indonesia’. “Yang terakhir adalah
bersyukurlah dengan apa yang kita punya. Stop complining!!.” Tutupnya sebelum
dilanjutkan dengan suguhan lagu Laskar Pelangi oleh Meda featuring Hero dengan
lirik versi Indonesia dan Jepang.
Acara
yang berlangsung dari pukul tiga sampai lima sore itu terasa singkat. Dalam
sesi tanya jawab, seorang penanya berhasil menggiring Andrea dengan jawaban diselingi
cerita dan tips menulis. Tentang riset sebuah novel, Andrea menempatkannya pada
unsur penting yang bahkan bisa memakan waktu bertahun-tahun. “Novel Ayah ini
riset selama enam tahun” jawabnya. Novel ini berasal dari sebuah teori yang
disampaikan oleh guru ilmu bahasa dan budaya favorit saya”. Ia memparkan ada suatu
teori ukur untuk mengukur power distance,
yaitu hubungan antara anak dan ayah dalam Budaya Melayu. Apabila itu dibuat
sebuah karya ilmiah yang dinarasikan maka lahirlah sebuah novel.
Sekali
lempar dua burung terkapar. Andrea mulai menuturkan cerita perjalanannya.
Kiprah karir menulisnya tak semulus yang dikira. Ia menerbitkan novel Laskar
Pelangi tahun 2005, saat itu tak pernah terfikir olehnya novel itu akan
diterbitkan oleh penerbit kenamaan New York yang menjadi kiblat sastra dunia.
Baginya itu sulit, tapi ia adalah seorang pemimpi. “Bermimpilah, maka Tuhan
akan memeluk mimpi-mimpi itu” tukasnya dengan senyum yang menjalarkan semangat
juang berkali lipat. Ia melanjutkan ceritanya mengenai perjalanan novel Laskar
Pelangi yang mendunia. Begini ceritanya, saat itu, ketika novel Laskar pelangi
dan film nya berhasil di tanah air, ia ditelepon langsung oleh kedutaan besar
Amerika dan ditawarkan beasiswa studi sastra di University Of Lowa, USA.
Disaat
yang sama juga ia sedang berjibaku menerjemahkan Laskar Pelangi dalam Bahasa
Inggris. “Walaupun saat itu saya gag tahu mau diterbitkan oleh penerbit mana di
luar negeri. Tapi saya dengan rekan saya itu (jajaran Penerbit Bentang pustaka
diliriknya) ingin agar novel itu diterjemahkan!!”. Hadirin tersihir. Gayung pun
bersambut, seorang wanita Amerika sangat menyukai film Laskar pelangi yang
ditontonnya. Anggie adalah jawaban kebingungan dan ketidakcocokan penerjemah yang
telah berganti-ganti. Lima bulan Andrea dan Anggie menyamakan persepsi untuk
melahirkan semangat Laskar Pelangi dengan rasa yang sama.
Tak
lama ia pun terbang ke Amerika. Dalam sebuah acara yang digelar kampus barunya
di Amerika, bersama 37 authors penerima
beasiswa sastra dari seluruh dunia, yang satu diantaranya pernah dinobatkan
sebagai nominasi peraih nobel sastra. Andrea dari Belitong merasa bukan
apa-apa. Ia orang Melayu dengan Bahasa inggris yang cukup (tidak lebih), merasa
kerdil dalam komunitas hebat itu. “Ketika orang saling bertanya, novelmu sudah
terbit dimana? Karyamu? dan lain-lain” Andrea menarik nafas. Ia bersabar dan
mimpinya tetap besar. Acara itu menempatkan semua authors untuk mengadakan semacam pembacaan karya di sebuah toko
buku di beberapa wilayah terpisah di Amerika.
Andrea
melanjutkan, ia ditempatkan disebuah toko buku dari kota kecil sebuah negara
bagian Amerika. “kalau yang lain ada yang di San Fransisco, yasudah saya mah sabar” tuturnya sambil megurut dada,
hadirin tergelak. Ia sudah menduga, ditengah guyuran hujan tidak ada satu pun
yang hadir saat dirinya naik ke mimbar untuk membacakan bab awal novel Laskar
pelangi. Akhirnya ditengah hujan gerimis itu datanglah dua orang lelaki
berseragam cleaning dan Andrea tahu
itu adalah penonton suruhan dari pemilik toko yang merasa tak enak hati
dengannya. Tak lama, datang pasangan yang tak kalah tragis, malah bermesraan
dan tampak tidak berniat menonton pertunjukan sastra yang sedang berlangsung.
Andrea tetap meneruskan narasinya, ia bersabar, di tengah guyuran hujan dan
empat orang yang hadir tanpa niat.
Seorang
wanita paruh baya tiba-tiba mengatupkan payungnya di depan toko. Duduk dan menyimak pembacaan narasi Andrea sampai
selesai. Mungkin yang satu ini adalah kiriman dari tuhan untuk orang yang
sabar. Andrea menyelesaikan kalimatnya, wanita itu bertepuk tangan dengan
anggukan. Andrea turun dan menyaliminya.
“That’s
wonderful… Can I have it?” wanita itu melirik sebuah narasi di tangan Andrea
“Sure
ma’am,”
“Here
for you… Thank you for attending my presentation” tutup Andrea, wanita itu
mengulurkan sesuatu. Memberinya sebuah kartu keramat.
Dilihatnya,
dibaca cepat lalu pelan. Ia adalah Agen penerbitan di New York dan ia menyukai
novel Laskar pelangi yang baru dibacakannya.
“Kaki
saya gemetar, menerima kartu namanya, ini Agen dari New York” tambah Andrea
menggiring semangat. Hadirin berdecak, terbawa suasana. Maka benar saja,
bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu. Singkat cerita, beberapa
bulan kemudian setelah pertemuan itu, Andrea mendapatkan pelukan mesra dari
Tuhan. Pihak agen akan menerbitkan novel
Laskar Pelangi. Terjemahan bahas inggris oleh Angie bahkan dinilai
sempurna, sama rasa. Laskar Pelangi pun mendunia, diterbitkan oleh agen
kenamaan New York bahkan hingga saat ini telah diterjemahkan ke 34 bahasa dan diterbitkan
penerbit terkemuka di 120 negara (Super bravo!!).
Andrea
menuturkan. Yang juga sejalan dengan paradigma keduanya adalah, bahwa seorang
penulis hebat tidak akan habis berjalan langkah demi langkah, Budaya adalah
oase bagi cerita. Pandailah menganalisis, mana sebab mana akibat. Kebanyakan
penulis pemula merasa bingung antara keduanya.
Duduk
dua jam bersama Andrea Hirata, seolah dibawa berlayar ke samudra perjuangan dan
impian. Pria berambut ikal yang juga menularkan kebiasaan untuk membaca satu
buku tiga hari ini adalah penggemar karya Sapardji Djoko Damono. Ia juga
menuturkan beberapa novel luar negeri yang tak pernah habis dibacanya. Pukul
lima sore acara ditutup dengan sesi tanda-tangan dan foto, serta pembagian
doorprize bagi pemenang lomba live tweet.
Jakarta
1-2 Juni 2015