Kamis, 11 Juni 2015

LAUNCHING NOVEL AYAH, ANDREA HIRATA BERBAGI CERITA



Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu (Andrea Hirata)

Siapa tak kenal Andrea Hirata?, Ia adalah fenomena. Rangkaian kata dan kalimatnya menawarkan sihir semangat dan daya juang tahan banting. Ia disebut-sebut telah menyumbangkan revolusi sastra tanah air dengan sentuhan novel-novelnya. Karyanya ‘Laskar Pelangi’ adalah satu dari 45 buku yang dinobatkan oleh Media Indonesia sebagai buku yang mempengaruhi Indonesia sepanjang sejarah. Penerima berbagai kehormatan serta pemenang sastra dalam maupun luar negeri, penerima beasiswa ke USA dan UK serta berbagai prestasi yang berhasil diukirnya dalam sastra maupun akademi sebagai lulusan ekonomi.  Maka suatu kehormatan dapat menghadiri launching novel kesembilan Andrea Hirata berjudul ‘Ayah’ yang diadakan di Toko Buku Gramedia Matraman Jakarta Pusat. Seketika gaungan semangat dan rasa tidak sabar menunggu sang penulis memenuhi Function Room lantai dua Gramedia.
“Ayah adalah novel yang sederhana, cara menulisnya sederhana, marilah kawan-kawan menyelaminya. Baca novel Ayah sebelum SBMPTN” singkat Andrea saat melukiskan novel terbarunya kepada hadirin. Riuh tepuk tangan hadirin memenuhi ruangan, hadir pula ‘Laskar Andreanis’, kelompok penyuka sastra Andrea yang menamai dirinya demikian. Duduk berbaris-baris tanpa bangku di depan muka panggung dengan mengenakan baju bertuliskan ‘Laskar Andreanis’. Perwakilan dari Penerbit Bentang, penerjemah novel Andrea, kerabat, musisi, sampai Pengacara, yang semuanya adalah kerabat dekat ataupun pihak yang pernah bekerja sama dengan Andrea dalam penggrapan novel dan film, hadir pula dalam lauunching tersebut.
Pembawa acara membuka acara dengan penuh tenaga. “Siapa yang datang paling jauh? Hayoo siapa” godanya sambil membangun antusiasme hadirin. Benar saja, namanya Azza, ia terbang langsung dari Malaysia demi menyaksikan langsung launching novel Ayah. “Oke, karena dateng langsung dari luar negeri, dikasi kesempatan buat nanya deh” ucap perempuan berkerudung coklat itu penuh ceria. Suguhan musik akustik iringan gitar dan biola dari Meda, bintang tamu sekaligus penyanyi soundtrack beberapa lagu dalam film Laskar pelangi. Tak lama waktu yang ditunggu pun tiba, Andrea Hirata memasuki panggung utama dan langsung memainkan gitar bersama Meda membawakan lagu Negeri Laskar Pelangi dalam film Edensor.
“Tiga paradigma, pertama adalah terus belajar” tukas Andrea dengan senyumnya yang khas. Tubuhnya berbalut kaus berwarna kuning, jeans, gaya rambutnya yang ikal dan topi khasnya, membuatnya terlihat casual. Hadirin menyimak. “Belajar menjadi penulis yang baik, dan yang lebih penting adalah menjadi orang baik” tambahnya. “Kedua adalah, Saya akan menunjukan dari mana saya berasal”. Rasanya paradigma yang kedua ini tak terbantahkan. Tak segan-segan Andrea Hirata mengangkat tanah kelahirannya, Belitong, ke wajah Indonesia. Mengupas Belitong dengan keindahan alam serta budaya Melayu-nya. Andrea seakan sedang ‘Memelayukan Indonesia’. “Yang terakhir adalah bersyukurlah dengan apa yang kita punya. Stop complining!!.” Tutupnya sebelum dilanjutkan dengan suguhan lagu Laskar Pelangi oleh Meda featuring Hero dengan lirik versi Indonesia dan Jepang.
Acara yang berlangsung dari pukul tiga sampai lima sore itu terasa singkat. Dalam sesi tanya jawab, seorang penanya berhasil menggiring Andrea dengan jawaban diselingi cerita dan tips menulis. Tentang riset sebuah novel, Andrea menempatkannya pada unsur penting yang bahkan bisa memakan waktu bertahun-tahun. “Novel Ayah ini riset selama enam tahun” jawabnya. Novel ini berasal dari sebuah teori yang disampaikan oleh guru ilmu bahasa dan budaya favorit saya”. Ia memparkan ada suatu teori ukur untuk mengukur power distance, yaitu hubungan antara anak dan ayah dalam Budaya Melayu. Apabila itu dibuat sebuah karya ilmiah yang dinarasikan maka lahirlah sebuah novel.
Sekali lempar dua burung terkapar. Andrea mulai menuturkan cerita perjalanannya. Kiprah karir menulisnya tak semulus yang dikira. Ia menerbitkan novel Laskar Pelangi tahun 2005, saat itu tak pernah terfikir olehnya novel itu akan diterbitkan oleh penerbit kenamaan New York yang menjadi kiblat sastra dunia. Baginya itu sulit, tapi ia adalah seorang pemimpi. “Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu” tukasnya dengan senyum yang menjalarkan semangat juang berkali lipat. Ia melanjutkan ceritanya mengenai perjalanan novel Laskar Pelangi yang mendunia. Begini ceritanya, saat itu, ketika novel Laskar pelangi dan film nya berhasil di tanah air, ia ditelepon langsung oleh kedutaan besar Amerika dan ditawarkan beasiswa studi sastra di University Of Lowa, USA.
Disaat yang sama juga ia sedang berjibaku menerjemahkan Laskar Pelangi dalam Bahasa Inggris. “Walaupun saat itu saya gag tahu mau diterbitkan oleh penerbit mana di luar negeri. Tapi saya dengan rekan saya itu (jajaran Penerbit Bentang pustaka diliriknya) ingin agar novel itu diterjemahkan!!”. Hadirin tersihir. Gayung pun bersambut, seorang wanita Amerika sangat menyukai film Laskar pelangi yang ditontonnya. Anggie adalah jawaban kebingungan dan ketidakcocokan penerjemah yang telah berganti-ganti. Lima bulan Andrea dan Anggie menyamakan persepsi untuk melahirkan semangat Laskar Pelangi dengan rasa yang sama.
Tak lama ia pun terbang ke Amerika. Dalam sebuah acara yang digelar kampus barunya di Amerika, bersama 37 authors penerima beasiswa sastra dari seluruh dunia, yang satu diantaranya pernah dinobatkan sebagai nominasi peraih nobel sastra. Andrea dari Belitong merasa bukan apa-apa. Ia orang Melayu dengan Bahasa inggris yang cukup (tidak lebih), merasa kerdil dalam komunitas hebat itu. “Ketika orang saling bertanya, novelmu sudah terbit dimana? Karyamu? dan lain-lain” Andrea menarik nafas. Ia bersabar dan mimpinya tetap besar. Acara itu menempatkan semua authors untuk mengadakan semacam pembacaan karya di sebuah toko buku di beberapa wilayah terpisah di Amerika.
Andrea melanjutkan, ia ditempatkan disebuah toko buku dari kota kecil sebuah negara bagian Amerika. “kalau yang lain ada yang di San Fransisco, yasudah saya mah sabar” tuturnya sambil megurut dada, hadirin tergelak. Ia sudah menduga, ditengah guyuran hujan tidak ada satu pun yang hadir saat dirinya naik ke mimbar untuk membacakan bab awal novel Laskar pelangi. Akhirnya ditengah hujan gerimis itu datanglah dua orang lelaki berseragam cleaning dan Andrea tahu itu adalah penonton suruhan dari pemilik toko yang merasa tak enak hati dengannya. Tak lama, datang pasangan yang tak kalah tragis, malah bermesraan dan tampak tidak berniat menonton pertunjukan sastra yang sedang berlangsung. Andrea tetap meneruskan narasinya, ia bersabar, di tengah guyuran hujan dan empat orang yang hadir tanpa niat.
Seorang wanita paruh baya tiba-tiba mengatupkan payungnya di depan toko. Duduk dan  menyimak pembacaan narasi Andrea sampai selesai. Mungkin yang satu ini adalah kiriman dari tuhan untuk orang yang sabar. Andrea menyelesaikan kalimatnya, wanita itu bertepuk tangan dengan anggukan. Andrea turun dan menyaliminya.
“That’s wonderful… Can I have it?” wanita itu melirik sebuah narasi di tangan Andrea
“Sure ma’am,”
“Here for you… Thank you for attending my presentation” tutup Andrea, wanita itu mengulurkan sesuatu. Memberinya sebuah kartu keramat.
Dilihatnya, dibaca cepat lalu pelan. Ia adalah Agen penerbitan di New York dan ia menyukai novel Laskar pelangi yang baru dibacakannya.
“Kaki saya gemetar, menerima kartu namanya, ini Agen dari New York” tambah Andrea menggiring semangat. Hadirin berdecak, terbawa suasana. Maka benar saja, bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu. Singkat cerita, beberapa bulan kemudian setelah pertemuan itu, Andrea mendapatkan pelukan mesra dari Tuhan. Pihak agen akan menerbitkan novel  Laskar Pelangi. Terjemahan bahas inggris oleh Angie bahkan dinilai sempurna, sama rasa. Laskar Pelangi pun mendunia, diterbitkan oleh agen kenamaan New York bahkan hingga saat ini telah diterjemahkan ke 34 bahasa dan diterbitkan penerbit terkemuka di 120 negara (Super bravo!!).
Andrea menuturkan. Yang juga sejalan dengan paradigma keduanya adalah, bahwa seorang penulis hebat tidak akan habis berjalan langkah demi langkah, Budaya adalah oase bagi cerita. Pandailah menganalisis, mana sebab mana akibat. Kebanyakan penulis pemula merasa bingung antara keduanya.
Duduk dua jam bersama Andrea Hirata, seolah dibawa berlayar ke samudra perjuangan dan impian. Pria berambut ikal yang juga menularkan kebiasaan untuk membaca satu buku tiga hari ini adalah penggemar karya Sapardji Djoko Damono. Ia juga menuturkan beberapa novel luar negeri yang tak pernah habis dibacanya. Pukul lima sore acara ditutup dengan sesi tanda-tangan dan foto, serta pembagian doorprize bagi pemenang lomba live tweet. 

Jakarta 1-2 Juni 2015

Bidan Fasih English itu Wajib



“Indonesia surplus bidan di tahun 2015”. Sekiranya itulah statement yang hidup akhir-akhir ini tentang profesi kebidanan. Pertama, well, it doesn’t go over board actually, coba kita banyangkan berapa jumlah lulusan kebidanan tiap tahunnya. Puluhan hingga ratusan bidan diwisuda dari berbagai universitas atau institusi negeri maupun swasta. Akumulasikan angka lulusan itu dengan seluruh lulusan bidan se-Indonesia. Angka yang fantastis yang kita dapatkan. Seyogyanya, bidan melayani per 1000 penduduk. Diasumsikan jumlah penduduk Indonesia adalah 250 juta, artinya Indonesia membutuhkan 250 ribu bidan (belum termasuk lulusan bidan baru).
Tentuya kita akan mendesis dalam hati, entah desisan ketidak percayaan ataupun sedikit menyayangkan terucap. Well, don’t be sad Midwives!!!. Ini tidak sepenuhnya kesalahan dari birokrasi kemudahan membuka program kebidanan ataupun paradigma masyarakat tentang profesi kebidanan sebagai profesi yang menjanjikan. Ingat, dahulunya, bidan menjadi primadona dengan sistem ikatan dinas oleh pemerintah. Namun sekarang profesi bidan sama saja dengan lulusan lainnya, memasuki dunia kerja dengan bekal masing-masing. Bergelut dengan ribuan pesaing baru dan lama. Maaf, jika deskripsi ini sedikit berlebihan tentang kondisi dunia kerja saat ini. Tapi inilah fakta yang terjadi. Selain itu ditambah satu keironian yang kerap terjadi. Banyak bidan-bidan yang merasa seperti ‘terjebak’ ke dalam dunianya sendiri. “Ini buka pilihan saya!” atau “karena tidak masuk jurusan –tut-, saya jadi pilih bidan aja deh” bahkan ada yang bilang “disuruh mamah sih”. Ini kalimat-kalimat yang sangat disayangkan terucap dari seorang profesianal midwife. Ninikmati dan syukuri jalanmu!, barangkali itu kalimat yang tepat untuk menyemangati krisis semangat yang tengah melanda.
Apapun alasan anda tentang profesi kebidanan, jika anda telah menyandang profesi ini maka bebanggalah. Berbangga bahwa ini adalah bagian dari jalan hidup anda dan tidak mungkin tiga tahun anda menjalankan pendidikan kalau bukan sudah tertulis sebuah takdir untuk anda. Masalahnya adalah anda belum mendapatkan feel di dalamnya. Bermacam isu dan rumor serta cara pandang masyarakat yang telah bergeser membuat hati anda tak lagi bangga. Ini ironis. Siapa lagi yang mengangkat suatu profesi jika bukan penyandang profesi itu sendiri.
Tidak usah bergusar dengan berbagai rumor dan berita burung di luar sana. Kita sama-sama faham bahwa dunia kerja semakin sulit, ditambah lagi AFTA (Asia Free Trade Area) tahun 2015 tengah kita jalani. Sebuah kesempatan bagi semua Negara Asean untuk memasuki pasar bebas. Life is a strugle, tidak bisa dihindari, anda harus mempersiapkan diri dengan jurus dan bekal yang banyak.
Salah satunya adalah dengan belajar bahasa internasional, Bahasa Inggris. Banyak sekali saat ini program pelatihan maupun beasiswa yang di tawarkan dalam taraf internasional, tentu denga persyaratan TOEFL IBT atau ITP, maupun IELTS yang memenuhi standar.
Tidak ada ruang bagi kita untuk berkecil hati. Ingatlah, tiap manusia adalah unik, memiliki kelebihan masing-masing dengan garis hidup masing-masing. Alangkah bijak jika saya mengutip salah satu kalimat dalam film The Secret “There’s always enough anything in this word” when you say it, the universe will say back that “Your wish is my command!”.

Sabtu, 18 April 2015

ESQ itu PENTING!!

Kecerdasan intelegent (IQ) merupakan bentuk kecerdasan yang dibutuhkan demi kemajuan. Menjawab tantangan global yang semakin membuka pintu persaingan sengit di segala bidang kehidupan. Namun apakah kecerdasan intelegent sudah cukup mengantarkan seseorang pada kesuksesan?, sukses hidup dunia akhirat?.
Sebuah penelitian para ahli menunjukan bahwa IQ hanya berdistribusi 6-20% dalam mencapai sukses hidup.
Lalu pertanyaannya, apa yang sebenarnya berpengaruh lebih extreem dalam menuju hidup yang tak hanya sukses di dunia, namun juga sukses di akhirat ?.

Dalam menjawab kebutuhan hati, apakah anda pernah dihadapkan dengan banyak pertanyaan yang melayang-layang dalam pikiran anda. Misalnya pertanyaan yang tiba-tiba muncul saat anda sedang kuliah di dalam kelas, saat sedang memasak, menyetir mobil, atau aktifitas apapun yang anda lakukan. Seperti angin semilir tiba, pertanyaan-prtanyaan itu mampir begitu saja dalam otak anda.
Jika ya, maka sebenarnya anda sedang dalam pencarian jati diri anda akan makna hidup yang sebenarnya. Sebuah perjalanan panjang mencari makna hidup. Namun apabila oase jati diri itu telah ditemukan dalam gersangnya gurun pencarian, maka dahaga pencarian itu tuntas seketika.
Hal yang dibutuhkan lebih penting dari sekadar IQ yaitu Emosional Quotien (EQ). Emosional Quaotien (EQ) merupakan bentuk pendidikan hati yang merancang diri anda untuk lebih bisa menguasai keadaan hati.

Kubunuh Rindu Untukmu



Kubunuh Rindu Untukmu

Suara hati yang tiba-tiba sayu sekali menyusupi lubuk paling curam dalam kotak perasaan. Jika orang lain bertanya soal apa yang kau rasakan ?. Rasanya senyum saja sudah cukup mewakili. Meski getir coba disembunyikan dari derik-derik tawa agar terdengar biasa. Tapi perasaan kadang suka meledak dan menampakan diri seperti kembang api di malam tahun baru. Suaranya lantang namun indah dan sedap dipandang mata.
Jika suatu malam mata ini sulit terkatup karena bayanganmu menyusup. Ingin kuhapus semua ingatan yang melekat ditiap sendi-sendi fikiran. Tentang suaramu, caramu tersenyum atau janji dan kata yang melayangkan perasaan ini. Dan kau tahu aku juga tak pernah mau terlihat luluh di depanmu. Mencoba berpura-pura tidak perhatian padamu, walau sebenarnya hitungan kekhawatiran itu selalu tercecer di tiap detak waktu. Aku masih lebih suka memandang senja dengan langit malam yang pasti akan menawarkan pagi. Pagi yang lembut dengan siraman semangat dan impian-impian tidur siangku di waktu yang lalu. Maafkan lah aku. Ketika kuhapuskan setiap bagian kerinduan yang mengamuk karenamu, dan tiba-tiba diri ini menjelma seorang nelayan yang mencoba menguras laut. Takkan pernah habis. Sedangkan ikan-ikan berenang begitu dekat dimata kaki.
Ah, aku lebih senang pada bintang yang selalu menawarkan tangga. Ini galaksi yang harus kulayari dengan menurunkan layar paling kaku yang aku punya. Semoga tiap awak yang kutemui di perjalanan mau memijamkan alat pertukangannya, demi kekauan layarku.
Meski berkali kukatakan ini yang terbaik. Menyudahinya dan mencari  jelmaan pintu keluar paling kuning di ujung labirin berdinding besi ini. Seketika rembulan berbisik bahwa kau sang pemilik kunci. Menutup telinga-sepi. Jeda yang lama. Ini hati sengaja aku bekukan, agar tiap musim yang membawa aromamu terasa sama. Dingin. Agar karang-karang tetap tumbuh tanpa berpindah. Mungkin butuh berpuluh tahun lamanya untuk sekadar memanjangkan barang seinci saja dari karang yang paling indah ini. Karena ternyata laut senang berkelana dengan rembulan yang berkawan dengan bintang pula.
Ini malam, ah, aku ingin tenggelam dalam bantal paling keras dan udara panas. Agar ingatanku tidak pulih dan penuh umpatan esok pagi. Sehingga tak ada lagi sisa-sisa senyummu yang harus aku komentari.
Biarlah maaf tetap menagih pengampunan, karena meski perih, tiap kisah pasti mengandung sejarah. Memberi makna yang paling dalam buat pelakunya. Kukatakan, aku baik saja, sebagai jawaban paling singkat yang aku punya. Deretan kata itu terlepas bagai kereta kuda yang lari tanpa dikomando. Liar namun terarah. Dan aku menikmatinya demi bintang–bintang itu. Sekali lagi, ini galaksiku yang tak kusisakan sejengkal ruang hampa pun untukmu. Aku menutup wajah, mengarungi diri yang selalu menahan getir dari rindu. Ini seperti teka-teki yang kuharap tak kan pernah menemukan jawaban. Tapi orang-orang bilang, jika kau berlari mencari jawaban dari sebuah pelarian, maka ujung yang akan kau temukan adalah sebuah awal yang kau hindari. Seketika jeda. Jeda paling lama yang dikandung semesta. Kugapai sebuah belati yang ditawarkannya. Kubunuh rindu untukmu.
Jakarta, 18/04/2015

Gramedia Pustaka Utama Beberkan Rahasia Penerbitan lewat Bedah Buku ‘Insya Allah, sah!’




Malam ini saya merasa seperti memiliki hutang berbagi kepada kawan-kawan calon penulis, penulis pemula, penulis, ataupun penikmat sastra tentang sedikit ilmu penerbitan dan cerita inspiratif. Untuk itu tidak adil rasanya informasi ini cukup dinikmati sendiri. Terimakasi kepada Mas Filin sebagai pemberi informasi serta Mbak Dala yang memberikan arahan sampai tiba di tempat acara. Bertemu beberapa angkatan FLP DKI senior (Mas lamuna, Mbak Ria, dll) memberikan kesan bahwa menulis terus dilakoni apapun kesibukan yang membelit. Sobat Winda yang menemani saya, kami seolah menjelma dua kurcaci bermata lebar yang haus akan pengalaman.

Gramedia Pustaka Utama Beberkan Rahasia Penerbitan
Lewat Bedah Buku ‘Insya Allah, sah!’


Bedah buku karya mbak Achi TM yang berjudul ‘Insya Allah, sah!’ di Gramedia Central Park yang di jadwalkan pukul tiga sore itu berlangsung  semarak.  Kesan Pink dan merah seketika menyeruak sebagai drescode bagi undangan yang hadir dalam acara tersebut. Meskipun hujan deras sempat mendera, semangat mencari ilmu dan menyerap energi positif dari penulis-penulis produktif tetap harus dijunjung tinggi.. Acara bedah buku sekaligus gathering Komunitas Rumah Pena Talenta itu menghadirkan Mbak Raya selaku editor dari pihak Penerbit Gramedia Pustaka Utama (GPU).
Acara yang juga di hadiri beberapa anak yatim itu dibuka dengan sapaan yang hangat dari moderator. Mbak Achi TM, penulis berbagai judul buku dan script sinetron itu berkisah mengenai awal mula dirinya tertarik menulis novel islami. Ia menuturkan bahwa pada awalnya menulis novel islami ini merupakan wujud dari nazdar (janji) ketika dirinya kehilangan laptop kesayangan dan tiga bungkus rendang serta olahan balado saat tiba di bandara Kota Padang.
“Dalam hati saya bernadzar, kalau laptop saya ketemu, maka saya akan menyelesaikan naskah novel islalmi” tuturnya penuh semangat. “Bagi seorang penulis, kehilangan laptop itu sakitnya disini, pilih mana? Mau kehilangan laptop atau suami? Lho?” ujar Mbak Achi diikuti tawa hadirin. Singkat cerita, laptop kesayangan ternyata masi berjodoh dan nazdar pun telah terucap. Tak disangka kejadian itu malah memberikannya kesempatan besar. Gaya penuturan Mbak Achi yang khas dan kocak membuat hadirin terpikat mendengarkan cerita singkatnya yang berakhir pada lahirnya novel ‘Insya Allah, sah!’ yang berhasil menembus meja redaksi GPU. Gramedia Pustaka Utama yang dikenal banyak menerbitkan buku-buku berbagai macam genre ini, oleh Mbak Achi dirasa janggal pada awalnya ketika tiba-tiba menawarkan dirinya untuk menulis novel bergenre islami. Gayung pun bersambut, kesempatan yang ditawarkan editor pada Mbak Achi di sambut sigap sebagai kompensasi dari nadzarnya.
Sebuah draft akhirnya sampai ke meja redaksi dan ternyata penjuangan belum berakhir. Menerima revisi di sana-sini, menghilangkan bagian yang dianggap kurang penting bahkan sampai harus rela melenyapkan satu bab pun sabar dijalani oleh Mbak Achi. “Tapi ini kan sama saja ngilangin hampir 25% nya Mbak” ujar Mbak Achi menirukan komentarnya saat bagian novelnya diminta untuk dihilangkan oleh Mbak Raya selaku editor. “Tapi setelah saya edit ulang sesuai permintaan, kemudian saya abaca kembali, eh, kok nambah enak ya, terasa lebih manis” sambung Mbak Achi penuh antusias. Terlihat Mbak Raya sang editor, yang pada kesempatan itu hadir sebagai pembicara mewakili Gramedia Pustaka Utama, menyodorkan senyum penuh anggukan seolah mengingat betul proses panjang pelahiran novel ‘Insya Allah, sah!’.  Intinya adalah seorang penulis harus pantang menyerah dan jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang tersedia di depan mata, serta kerja sama editor sangat membantu melahirkan karya yang enak di baca, tambah Mbak Achi menutup ceritanya.
Berlih ke pembicara ke dua, Mbak Raya, memberikan beberapa informasi penting terkait kriteria GPU dalam menerima naskah islami, diantaranya;

  1.  Tokoh yang diangkat bukanlah tokoh yang melulu sempurna dengan berbagai penak-pernik fenomena kehidupan islami yang kaku. Kita menginginkan tokoh yang berbeda, tokoh yang ketika pembaca menikmatinya dapat merasakan kejadian yang sama juga dialaminya. Dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Penerbit seolah ingin menampilkan kehidupan islami yang lebih longgar, dalam artian novel islami tidak harus berkisah seputar kehidupan pesantren, pengajian atau pun berlatar suasan masjid saja.
  2. Tidak menggurui meskipun sebenarnya kisah tersebut  mengajarkan banyak makna. “Kita mengharapkan sebuah cerita yang bisa menampar pembaca, namun dengan cara tidak ingin menampar” tukas Mbak Raya dalam perumpamaan.
  3. Bagaimana nilai-nilai keislaman selalu hadir menjadi konflik pada si tokoh untuk selalu bangkit dari keterpurukan.
  4. Hindari kisah novel berbau SARA.        

Dalam kesempatan itu juga Mbak Raya juga memberikan beberapa contoh novel islami mengenai kisah-kisah pencarian makna islam yang berhasil cetak di GPU.
Pada sesi tanya jawab Mbak Achi membagikan tips menulis dalam keadaan sesibuk apapun. “Sedang mencuci piring pun, kita masih terus istiqomah pada jalan cerita” ungkapnya saat menjawab salah satu pertanyaan. Selain itu, kiat selanjutnya adalah teruslah memikirkan ide cerita dan segera tuangkan dalam tulisan ketika ada kesempatan.
Dalam pertanyaan lain, Mbak Raya juga mengungkapkan bahwa novel fiksi adalah tentang kepiawaian imajinasi si penulis. Ia melemparkan pertanyaan mengenai mengapa novel Twilight atau Harry Potter itu laku keras?, singkat saja, karena novel-novel tersebut memberikan imajinansi di luar kehidupan sehari-hari yang menawarkan atmosfir berbeda bagi pembaca. Namun, perlu diingat bahwa jika kita hanya berimajinasi saja tanpa menuliskannya maka kita bukanlah penulis tapi seorang penghayal.
Acara yang juga membuka drop box langsung oleh pihak GPU itu menambah antusiasme para penulis yang ingin mengrimkan naskahnya, sebab naskah yang masuk hari itu akan lebih diprioritaskan. Pemberian santunan anak yatim secara simbolis serta pemilihan drescode terbaik menambah semarak acara sebelum ditutup dengan sesi foto-foto dan tanda tangan pada novel langsung oleh penulis. (Jakarta,18/04/15)

 
Free Website templatesFree Flash TemplatesFree joomla templatesSEO Web Design AgencyMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates